17 Nov 2010

SS stage 02

Manusia itu lemah terhadap godaan
Ketika mereka berdiri dalam keputusasaan yang bagai neraka
Mereka akan langsung bergantung pada seutas laba-laba dihadapan mereka yang dapat mengeluarkan mereka dari sana
Tidak peduli manusia macam apa [Sebastian Michaelis - Kuroshitsuji]
____________________________

“hah ??kenapa harus aku ??”
“ayolaaah” pintanya memohon, “kamukan mudah akrab dengan orang lain”
“tapi kalo dia.....aku mah ga kenal” tolaknya, “lagian dia itukan teman satu sekolahmu, kenapa minta tolongnya ke aku ?”
“tadi akukan udah bilang, kalo kamu tuh gampang akrab dengan orang lain, toh dia dulu pernah sekelas denganmu. Ayolah....” ia memohon, “maukan ??”
Dia berpikir sejenak sebelum memberi jawaban, “demi kamu, okelah kalo begitu” ucapnya pada akhirnya, “lalu aku harus apa ?”
Secarik kertas disodorkan ke arahnya. Disana tertulis segala sesuatu tentang seseorang, “aku mau kamu cari info aja tentang dia”
“hmmm...” dia menggaruk-garuk kepalanya, “oke..oke..ceritanya aku jadi mak comblang nih ??”

TREASON, MUST DIE !!!!!! [opening]
author : eldhine

Era menarik mundur sebuah kursi. Lalu dihempaskan tubuhnya di atas kursi itu. Melepas lelah sejenak. “haaah capeknya” ia menghela napas. Angin sore menerpa tubuhnya. Terasa dingin. Mungkin karena tubuhnya yang berkeringat.
Diliriknya langit sore yang menjelang maghrib itu, masih terang. Hal itu membuat Era malas untuk pulang lebih awal. “masih ada waktu” pikirnya.
Ia mengangkat tangan kanannya, melambai. Lalu seorang perempuan berusia sekitar 20 tahunan datang menghampirinya.
“hmmm lemonade, pake es tapi sedikit aja” pesan Era.
“baik, mohon ditunggu” ujar pelayan itu tersenyum. Era membalas senyum itu, hingga perempuan itu pergi.
Lalu Era mengangkat tasnya yang dari tadi dipangkunya. Terasa berat. Dan meletakkannya di atas meja kayu berbentuk bundar itu. Dipandangi tas selempangnya yang besar dan berbentuk kotak itu, merasa jengkel. Ia salah membawa tas. Seharusnya ia membawa tas ransel kesayangannya bukan tas selempang yang ada dihadapannya. Ia tidak suka memakai tas selempang jika isinya terlalu banyak. Tasnya akan menggembung dan berbentuk kotak.
“ini tas apa koper ?” pikirnya sambil menepuk-nepuk tasnya. Dibuka tas berwarna biru tua itu, dan dikeluarkan beberapa isinya. Seragam sekolah dan doggy. Lalu dilipat kedua seragam itu dengan rapi, karena tadi ia terburu-buru memasukkannya. Setelah itu dimasukkan kembali ke dalam tas. Diatur sedemikian rupa agar tasnya tidak terlihat besar.
“ini lemonadenya, silahkan” ujar pelayan tadi mengagetkan Era. Diletakkannya segelas lemonade dihadapan Era dengan 2buah es yang melayang disekitar sedotan.
“i..iya makasih” ucap Era tersenyum mendadak. Pelayan itu membalas senyum, dan pergi. Dengan segera Era meraih gelas itu dan diminumnya hingga setengahnya. “segarnyaaaaa...”
Kemudian ia merogoh kantung depan tasnya, mengeluarkan sebuah hape bertipe slide dan seplastik kemasan tisu basah. Dilap wajah, leher, kedua tangannya dengan tisu itu. Ntah mengapa barang itu harus selalu ada di tasnya.
Karena masih ada waktu dan matahari elum tenggelam sepenuhnya, Era memilih tetap di cafe yang sering menjadi tempat istirahatnya setelah latihan karate. Dan ia lebih memilih facebook-an daripada bermain game.
Ia mulai memasuki situs jejaringan itu, melihat notivication, dan membalas beberapa wall. Seperti biasa, ia terkadang tersenyum sendiri jika membaca wall yang dikirim untuknya. Mungkin untuk alasan itu ia tetap bermain facebook.
Sambil terus bermain hape, disedotnya sedikit demi sedikit lemonade yang dipesannya. Sesekali digigitnya ujung sedotan itu hingga penyet. Es yang tadi melayang kini telah hilang bercampur bersama lemonade.
Lalu sesuatu menarik perhatian matanya. Didekatkan hapenya itu. Ada sebuah wall yang nyasar di-home facebooknya. Sebuah wall dari Dia untuk Rino. “nanti malam jadi ketemuan lagi kan ?” Era membaca baris terakhir dari wall itu. “ketemu ? lagi ?” pikiran Era mulai kemana-mana. Ia merasa tidak tenang. Dengan sekali sedot dihabiskan sisa lemonadenya. Ia meraih tasnya, pergi ke kasir dan bergegas keluar cafe itu, mencari angkutan atau bis yang akan mengantarnya sampai ke rumah.
--
“kok tau ?” tanya seseorang yang keheranan diujung telepon.
“tadi aku tidak sengaja membaca wall yang kamu kirimkan, kebetulan saja ada diberanda sih” jawab Era sambil menyisir rambutnya. Ia baru selesai mandi.
“iya...nanti malam aku ada janji ketemuan ama dia” orang itu mengaku.
“sendirian ?” tanya Era.
“ngg ?? ya enggaklah....” dengan cepat orang diseberang itu menimpal, “aku bersama teman-temanku dan dia bersama teman-temannya. Yah bisa dibilang reuni gitu. Kenapa ? aaaa...kamu cemburu ya ?”
Era memanyunkan bibir, “kamu sendirikan tau kalo aku suka ama Rino”
“hahahaha ada yang malu, crauuus” terdengar suara orang diseberang sedang makan sesuatu. Sehingga suaranya tidak begitu jelas, “hmm bagaimana kalo kamu ikut ?? crauus”
“ikut ??” Era sedikit panik. Tidak mungkinlah dia datang, “ma...mau aja sih, tapi aku banyak tugas” tolaknya. Era melihat tumpukan buku tugas di atas mejanya.
“yah sayang sekali. Kan sekalian bisa pedekate” ia terkekeh.
“mau gimana lagi. Ya sudah selamat bersenang-senang”
“iya. Selamat mengerjakan tugas ya sayang” kembali ia terkekeh.
Era terdiam sejenak sebelum menutup telepon, “hmm Dia...” panggilnya.
“apa ?” orang yang bernama Dia itu batal menutup teleponnya.
“maaf....kamu ga akan makan teman kan ?” tanya Era dengan cepat, memastikan.
Orang diseberang terdiam sesaat, hingga ia menjawab dengan suara pelan “nggak kok Era, tenang aja. Lagian teman Rino lebih keren”. Lalu teleponpun terputus.
xxx
~the other story~
Ia berdiri di puncak sebuah gedung. Mengamati kegiatan manusia. Sesekali mendengar jeritan hati setiap manusia. Kemarahan, kekesalan, dendam, rasa cemburu dan sebagainya adalah hal yang menarik perhatiannya. Kegelapan hati manusia, mungkin disana tempat yang paling nyaman baginya. Kali ini mangsa macam apa yang berhasil digaetnya ?
Ia mengamati 2 orang gadis yang sedang saling telepon. Didengar pembicaraan mereka. Ia terkekeh. “hmm sepertinya yang ini bakal seru” ia menggosok-gosok dagunya dengan punggung tangannya dan tersenyum.
xxx
~back to story~
Beberapa hari kemudian,
Era menelusuri koridor sekolah dengan langkah gontai. Badannya bergerak ke kanan-kiri. Sempoyongan. Sepertinya semalam ia kurang tidur. “ya ampun...ngantuknya” ia menguap lebar dan seperti biasa dibiarkan mulutnya menganga lebar tanpa dittutup.
Ngantuk, lemes, ditambah lagi 3 buku paket tebal yang ada ditangannya yang menambah berat bebannya saja. Tangan kanannya mengucek matanya yang berair.
drap....drap.....drap.....
terdengar suara langkah kaki yang berlarian menuju ke arahnya. Era menoleh, merasa telinganya terganggu oleh suara bising itu. “pagi-pagi begini siapa sih yang lari-lari ?” pikirnya. Ia melihat seseorang berlari ke aranya. Tepat ke arahnya.
BRUK !!!! kyaaaa~~~~~~
Era membuka matanya perlalan. Lantai kotor koridor sekolah terlihat jelas di matanya. Ia menelan ludah. Tinggal beberapa centi lagi ia bakal mencium lantai itu. Kembali ia menelan ludah. “aku selamat” pikirnya.
Mata Era tiba-tiba melotot ketika melihat sebuah tangan sedang merangkul pinggangnya. Dan tanpa sadar tangan kirinya sendiri mengcengkram erat tangan itu. Belum sempat ia panik, tangan kanannya ditarik seseorang. Membantunya berdiri.
“maaf...kamu ga apa-apa ?” tanya seseorang. Dia melepas rangkulan tangannya dari pinggang Era, karena merasa Era sudah bisa berdiri lagi. Dan juga cengkraman tangannya di tangan kanan Era yang membuat bekas merah.
“iya ga apa-apa kok. Makasih” ucap Era sambil mengelus-elus tangannya yang merah. Sedikit sakit. Ia menoleh, melihat orang yang berani meabraknya. Ia terkejut “Rino ??”
“loh Era ?” orang itu ikut terkejut, “waa maaf ya tadi menabrakmu. Aku ga sengaja”
“iya ga apa-apa” Era sedikit cemberut.
“aah buku-bukumu !” Rino membungkuk dan memungut semua buku Era yang terjatuh. “nih...”
“ma..makasih” Era menerima bukunya. Ditepuk-tepuk bukunya itu. Membersihkan kotoran.
“hmm...kamu sakit ya ?” tebak Rino. Era menggeleng. “kok jalannya sempoyongan gitu ? kalo jalan tuh yang semangat dong” teriak Rino sambil menepuk punggung Era dengan keras.
“....” Era meringis. Tepukan tadi membuka sedikit matanya yang mengantuk, “aku ngantuk” ujar Era.
“RINO !!!!!!!” teriak teman-temannya. Mereka melambai.
“hmm sudah ya...maaf tadi suda menabrak” ia tersenyum dan berlari ke arah teman-temannya.
“haaaah” Era menghela napas, “hanya begitu ? dasar Era bodoh”
Dilihatnya Rino dan teman-temannya. Mereka bercanda dengan sesekali tertawa riang. Diperhatikannya Rino yang menurut Era paling bersinar. Tawa riangnya melebihi teman-temannya. Kemudian ia tersipu malu. Ketika teman-temannya mengejeknya. Salah seorang dari mereka menyenggol perut Rino.
“ngg ?” Era sedikit penasaran. Terdengar walau tidak pasti, mereka semua menanyakan hubungan Rino dengan salah seorang cewek. Cewek dari sekolah swasta yang terkenal itu. Begitu yang didengar Era.
“gimana ? udah jadian belum semalam ?” tanya temannya. Suaranya sedikit lebih keras dari yang lain.
“waaah ayo traktiran !!!!” teriak salah satu dari mereka.
Dan mereka beranjak pergi.
“ERAAAA !!!!!!!!!!” teriak seseorang dari belakang dan menepuk punggung Era.
Era langsung menoleh dengan cepat. Dipegang dadanya karena kaget.
“kamu...” wajah Era geregetan, “untung aku ga jantungan”
“ahaha maaf deh. Habis kamu lucu sih, ngelamun dipinggir jalan” ia tertawa. Lalu dilihatnya buku yang ada ditangan Era. “udah ngerjain tugas kesenian ?”
“udah...” jawab Era sambil mengangguk.
“tugas yang lain ?” tanyanya lagi. Era hanya mengangguk.
“waah cepet banget. Aku aja belum selese semua”
“semalam aku begadang” Era menunjukkan kantong matanya yang agak hitam itu. Memang sudah beberapa hari ini ia tidur larut.
“iiiiikh kaya bakpao gosong” ia terkekeh.
“akh sial” Era cemberut, “akukan ga nangis”
“oia....” temannya itu merogoh saku roknya. Dikeluarkan hapenya. Sepertinya ada sesuatu yang ingin diperlihatkannya. “semalam sepertinya aku bertemu dengan temanmu deh”
“temanku ?” tanya Era bingung.
“iya temanmu yang itu loh” temannya itu berusaha mengingatkan Era.
“ketemu dimana ?” tanya Era penasaran.
“tuh di cafe seberang jalan” jawabnya. Ia masih sibuk dengan hapenya.
“kamu masih sempat ke cafe ?” heran Era.
“yah begitulah, hahaha” akhirnya ia menemukan sesuatu yang dicarinya dari tadi. Dan diserahkan pada Era. “itu temanmukan ?” ia menunjuk foto itu. Foto Dia bersama Rino.
Era terkejut, “Dia...?”
“benarkan ternyata temanmu. Aku kaget loh. Mereka jadiankah ?” tanyanya.
Era masih diam. Ia terus memandangi foto tersebut.
“iikh aku sebeeeel !!!!” teriak temannya histeris, “masa mereka mesra-mesraan”
“mesra ?” potong Era tiba-tiba.
“hu’uh. Masa mereka pegangan tangan gitu, suap-suapan...iiikh ga RELA !!!! cobanya semalam aku sendirian, aku amuk tuh mereka berdua. Sayangnya semalam aku bersama ketiga kakak perempuanku” ceritanya panjang lebar, “malukan kalo mereka tau orang yang aku suka ternyata kaya gitu”
Era sadar sejenak. Temannya yang satu ini juga sam sepertinya. Sama-sama menyukai Rino. Tapi bedanya, temannya ini lebih terbuka dengannya. Sedang Era lebih menutupi perasaannya dan memilih menceritakannya pada orang yang sudah seperti sodaranya, Dia. Padahal temannya ini pernah bilang padanya “kalo kamu juga suka Rino, kita bersaing secara sehat ya !” tapi Era hanya menggeleng waktu menjawab tantangan itu.
“Eraaaa” teriak temannya di depan telinga Era.
Kepala Era miring ke kiri. Suara tadi mendorong kepalanya. “apa sih ?”
“kamu kok diem aja ?” ia memanyunkan bibirnya.
“ah maaf” jawab Era. Mungkin ia merasa sedikit curang, karena menyuruh seseorang mengintai Rino. Tapi sepertinya ada hal yang salah. “beneran poto semalam ?” Era kembali bertanya. Digoyang-goyangkan hape temannya itu.
“kamu ga percaya ???”
“percaya kok...hanya saja” Era berusaha mengingat sesuatu. Sesuatu yang mengganggunya.
“trus kenapa tanya ?” temannya itu menggigit jarinya, “Era...aku bukannya mau menjelekkan temanmu, tapi...aku cuma mau memberitahu...aku hanya tidak rela....”
“enggak apa-apa” Era tersenyum, “aku paham kok”
“trus kamu kenapa ?”
“eh tunggu...kalo semalam...semalam itu...” Era mulai mengingatnya. Terngiang suara Dia. “maaf ya Era, malam ini aku ga bisa. Aku harus menjenguk nenekku yang sakit. Lain kali ya ?” ucap Dia semalam.
“sepertinya ada yang berbohong” ucap Era.
Ia mengembalikan hape temannya itu dan mengambil hapenya sendiri. “bisa kita ketemu nanti sore ?”
xxx
~the other story~
Ia masih mengamati perkembangan jalan cerita kedua gadis itu. Terkadang ia tersenyum sendiri melihat sifat mereka yang berbeda jauh. Yang satu berusaha mempercayai, sedang yang satu berusaha membohongi.
“dasar manusia, pikiran mereka selalu mementingkan diri sendiri. Apa gunanya kepercayaan kalau pada akhirnya diingkari. Tapi itulah yang menarik dari manusia. Dan sepertinya cerita mereka semakin seru” ia terkekeh. Bisa-bisanya makhluk seperti dia berbicara hal seperti itu.
xxx
~back to story~
“lemonade pake es tapi sedikit saja”
“hmm es capucino saja”
“baik, ditunggu sebentar ya” pelayan itu pergi.
Dia menatap Era yang terdiam dari tadi. Sejak duduk di sana, Era sama sekali tidak memandangnya. Hanya melirik ke kanan-kiri seperti orang bingung.
“hei Era, kenapa kamu minta kita ketemu ?” tanya Dia pada akhirnya.
Era mulai membuka mulutnya, “ngg bisakan kita ngobrolnya nanti setelah minumannya datang ? aku...haus sekali” lagi-lagi ia tidak memandang Dia, hanya melirik. Itupun cuma sebentar.
“ya udah” Dia mengalihkan pandangannya, menatap keluar cafe. Menikmati pemandangan orang-orang yang sedang hilir-mudik.
Kemudian pelayan tadi datang menghampiri mereka. Ditangannya ada sebuah nampan dengan 2 buah gelas diatasnya. “es capucino dan lemonade, silahkan” ujarnya tersenyum lalu pergi. Era langsung menyambar gelas lemonadenya dan diteguknya. “segarnyaaaa..” ujarnya seakan hidup kembali.
“seperti biasa, kamu gampang dehidrasi” komentar Dia.
“biarin” Era menjulurkan lidah. Kembali diteguknya lemonade itu.
“trus apa yang ingin kamu omongin ?” tanya Dia penasaran.
Era berhenti meneguk lemonadenya. Gelas lemonade itu ditempelkan ke bibirnya. Hanya ditempelkan. Bibirnya merasakan dinginnya gelas itu. Dilihatnya sepintas orang yang duduk dihadapannya lewat gelas itu. Ia berpikir sejenak. Apa yang harus ia bicarakan ? Darimana ia harus mulai ??
“Era ?” panggil Dia mengkhawatirkan temannya itu.
Akhirnya Era menurunkan gelas lemonadenya ke pangkuannya. Masih tetap dipegangnya. “pernah dibohongi sama seseorang ?” tanya Era tiba-tiba.
Dia mengernyitkan dahi, “dibohongi ?”
“iya. Seseorang berusaha membohongi kita, tapi ternyata kebohongannya terbongkar karena orang lain melihatnya” jelas Era. “mungkin sedikit bertele-tele” pikirnya.
Dia kembali tidak mengerti, “apa maksudmu ?”
“aku rasa kamu tidak akan mengerti” Era tersenyum sambil meletakkan gelasnya kembali ke atas meja. Kali ini ditatapnya Dia yang kebingungan.
“ini tentang Rino” Era memelankan suaranya, “aku....”
“oia Rino” teriak Dia tiba-tiba dan membuat Era kaget. Dia merogoh tasnya, dikeluarkan sebuah buku kecil –semacam diary- berwarna merah. Lalu dilempar kehadapan Era.
“apa ini ?” tanya Era menunjuk-nunjuk buku itu.
“tentang Rino. Semua tentangnya aku tulis disitu” jawab Dia, “ambil saja. Udah penuh kok”
Era sedikit tidak mengerti. Tapi tetap saja diambilnya buku tersebut. Dibukanya perlahan. Yah seperti yang dikatakan orang yang ada dihadapannya itu, isinya tentang Rino. Mungkin semua hal. Era tertegun. Banyak hal yang tidak dia ketahui. Dibukanya satu per satu halaman buku itu. Tulisan Dia yang rapi dan menarik untuk dilihat membuat semua orang ingin terus membacanya, melihatnya. Dibagian akhir ditempel sebuah foto Rino dengan pose yang membauat Era ingin tertawa. Tidak hanya itu, ada beberapa foto Rino lainnya yang ntah darimana Dia mendapatkannya.
“darimana dia dapatkan foto kaya gini ?” Era bertanya-tanya. Kemudian ia teringat tujuan ia datang. “dasar bodoh, tentu mudah bagi Dia mendapatkannya. Sial ! aku terbawa suasana” omelnya pada dirinya sendiri.
“terima kasih” ucap Era pada akhirnya, “kaya klipping aja, hahahaha”
Dia memerhatikan tawa Era. Ada sesuatu yang disembunyikannya.
“yah biar kamu sukalah” Dia tersenyum.
“aku bawa pulang ya ?” Dia mengangguk sebagai jawaban.
Kembali Era menatap Dia. Ia masih bingung akan apa yang harus dikatakannya.
“hmm...apa hubunganmu dengan Rino ?” tanya Era tiba-tiba.
“hubungan ?” Dia sedikit tidak mengerti, “yaah kita cuma...teman”. Terdengar suara Dia yang kurang yakin.
“cuma TEMAN ?” Era memberi tekanan pada kata ‘teman’.
“apaan sih ?” gusar Dia, “kamu kok kaya menginterogasi gitu ?”
“enggak, cuma aneh aja. Keteranganmu tentang Rino terlalu RINCI” lagi-lagi Era memberi tekanan, “dan lagi foto-foto itu....”
“kenapa ? ada yang salah ?” potong Dia cepat. Suaranya sedikit meninggi. “bukannya kamu tadi senang ?”
“kok marah ?” tanya Era polos, berpura-pura.
Dia mengalihkan pandangannya. Tangannya mengambil gelas capucinonya dan diteguknya. Mendinginkan kepala dan hatinya sejenak.
“habis kamu tanya kaya gitu” jawab Dia.
“salah kalo aku tanya seperti itu ?” tanya Era lagi.
“kamu itu kenapa sih ?” Dia balik bertanya.
Era berpangku tangan, “aku hanya bingung. Ntah siapa yang harus aku percaya”
“kamu tidak percaya padaku ?” tanya Dia bingung.
“awalnya aku mencoba percaya, tapi....” Era menatap Dia dengan tajam, “aku tidak suka dikhianati”
“siapa yang mengkhianatimu ?”
“KAMU !” jawab Era langsung.
“a..aku ?” Dia terkejut.
“aku tidak suka kamu mendekati Rino” lanjut Era.
Dia tersenyum, “mendekati ? kamu lupa ya Era sayang. Siapa yang menyuruhku untuk mendekati Rino ? kamu kan ?” ia menunjuk kearah Era.
‘deg’. Kata-kata itu. Kata-kata itu bagai senjata makan tuan bagi Era. Memang sejak awal ia sendiri yang menyuruh Dia untuk mendekati Rino. Agar ia bisa tahu lebih banyak tentang Rino. Tapi bukan seperti ini yang diharapkannya.
“tapi...tapi tidak seperti ini caranya” ujar Era pelan. Ada rasa menyesal dihatinya.
“kenapa ?”
“aku tidak suka caramu !” suara Era sedikit meninggi.
“kamu keberatan ? tapi itulah caraku. Toh kamu juga sukakan ?” jawabnya enteng.
Era baru tahu. Sifat asli orang yang ada dihadapannya sekarang ini. Sifat yang selama ini disembunyikan dengan rapi.
Era mencengkram pinggiran meja, “mungkin kalo masalah itu aku msih bisa minta memaafkan, tapi kalo ini....” Era tiba-tiba berdiri dan mengarahkan hapenya ke wajah Dia. Memperlihatkan sesuatu yang membuat Dia tercengang.
“da..dariman kamu dapat foto itu ?”
Tangannya berusaha merampas hape itu tapi tangan Era lebih cepat. Dimasukkan kembali hapenya disaku celana jeansnya.
“darimana kamu dapat foto itu ?” ulang Dia.
“tidak perlu tau” jawab Era, “itu foto semalam. Aku baru tau kalo rumah nenekmu pindah ke cafe”
“cih” Dia menatap Era kesal. Dia tidak menyangka kalau Era memintanya kesini untuk membicarakan hal itu.
“mau mengelak ?” tanya Era menantang.
Dia menghela napas, “jadi untuk itu kamu menyuruhku kesini ?”
Era mengangguk, “untuk memastikan saja, tapi ternyata memang benar”
Dia mengalihkan pandangan lagi. “mau gimana lagi, aku tidak akan mengelak. Itu memang aku. Semalam” ungkapnya.
“ternyata benar” batin Era, kecewa.
“kenapa diam ? tidak terima ya ?” Dia tersenyum dengan sedikit mengejek.
“aku tidak terima dibohongi” jelas Era, “lalu apa hubunganmu dengan Rino ?”
Dia memandang Era sejenak, “hubungan ? menurutmu ?” Dia kembali tersenyum, sedikit licik.
“kamukan tau kalo aku suka ama dia” ulang Era lagi, “dan aku tidak suka kamu dekat dengan dia”
“kenapa ? salahkan dirimu sendiri dong yang dulu menyuruhku mendekatinya”
“aku tidak menyuruhmu mendekatinya, tapi mencari tau tentangnya”
“tapi itulah caraku”
“dan aku benci caramu !!!” lagi-lagi Era mengatakan hal yang sama.
Mereka semakin berdebat tidak karuan. Untung saja pengunjung cafe saat itu sepi. Mereka bisa puas berteriak ?
“kamu mau makan teman ya ?” teriak Era mulai kesal.
“denger ya Era” Dia berdiri, agar sejajar dengan tatapan Era, “Rino itu bukan milikmu. Ingat, kamu Cuma suka sama dia. Jadi siapapun berhak memilikinya termasuk aku”
Era terkejut mendengar ucapan Dia. Sahabatnya itu berkata seperti itu. Di depannya ? Era sekarang merasa benar-benar yakin kalau Dia bukanlah orang baik.
Era masih diam. Semua yang dikatakannya memang benar adanya. Dan ia bingung harus membalas apa.
“orang ini....benar-benar ingin aku bunuh” teriak Era dalam hati. Ia mengepalkan tangannya.
“jadi...karena dia bukan milikku, kamu juga bebas memilikinya ?”
“yap !” jawabnya enteng.
“meski aku temanmu ?”
“dalam masalah cinta, kita harus sedikit egois. Kalo tidak kita akan kalah dengan orang lain”
“dasar rendah !”
“berani sekali kamu bilang begitu padaku. Kamu sendiri juga curang. Menyuruhku mencari tau tentang Rino, biar kamu lebih tau dari orang lain. Iya kan ?”
Lagi-lagi ucapan Dia benar. Ntah disini siapa yang benar dan siapa yang salah. Tapi yang Era tau, ia sangat kecewa.
“dan kamu mengambil kesempatan” ujar Era pelan. Sepertinya Dia tidak mendengarnya.
“aku pulang” ucap Dia tiba-tiba. Ia memasukkan barang-barangnya ke dalam tas, mengeluarkan sejumlah uang, lalu menenteng tasnya.
Dia kembali menatap Era, “yang kamu inginkan dariku adalah semua hal tentang dia. Bukan Rino. Jadi aku juga boleh memilikinyakan ?” lalu Dia pergi melewati Era yang berdiri terdiam.
“Dia..” panggilnya. Dia berhenti sejenak. “aku kecewa padamu” ungkap Era pelan. Terdengar suara langkah kaki Dia melewati pintu kaca cafe itu.
xxx
~the other story~
“wah wah wah...perkembangannya seperti ini ?” ia menggelengkan kepala, “benar-benar diluar dugaan. Tapi kasihan juga”. Ia tersenyum, “sebaiknya siapa yang aku bantu ?”
xxx
~back to story~
Era melempar buku pemberian Dia dengan kesal. Buku itu melayang jauh, menabrak tembok. Lalu jatuh dan isinya berhamburan keluar. Era membiarkannya. Tidak peduli.
Ia jongkok di belakang pintu, memikirkan masalah tadi. Kesal, marah, kecewa menjadi satu.
“benar-benar. Aku tidak menyangka Dia seperti itu. Bodohnya aku yang mempercayainya” Era sedikit menjambak poninya, “benar-benar iblis”
Era bangkit, menaruh tasnya diatas meja. Dilihatnya foto dirinya dan Dia. “kalo terus begini, orang dia bisa-bisa memiliki Rino” pikir Era, “tidak..tidak boleh ada yang memiliki Rino. Dan pengkhianat tidak boleh dibiarkan hidup !”
.
Disaat seperti itu mereka, makhluk yang hidup dikegelapan hati manusia, datang. Memberi bisikan dan tawaran lembut yang memberikan kepuasan.
.
Era mengeluarkan semua isi tasnya. Lalu mengambil sebuah baju dan dimasukkannya beserta beberapa benda lain. Ia mengenakan jaket, celana panjang dan tak lupa membawa sebuah topi.
Ia turun dari kamarnya yang berada dilantai dua dan menuju dapur. Diambil sesuatu lalu dimasukkannya kedalam tas dengan perlahan.
“loh mba Era ? mau kemana malam-malam begini ?” tanya seorang wanitu yang kebetulan bertemu dengan Era yang baru keluar dari dapur.
“mau pergi sebentar” jawab Era tersenyum.
“tapi sebentar lagi makan malam” wanita itu mengingatkan.
“aku pergi dulu” Era mengacuhkan wanita itu dan pergi meninggalkannya. Sambil jalan, ia menata rambutnya. Digulung keatas, lalu ditutupi dengan topi. Dan pergi.
.
“paling ke rumah mba Dia” pikir wanita itu, “ya sudahlah”
Ia kembali ke dapur. Bermaksud menyiapkan makan malam. Dikeluarkan tempe berbentuk kotak dari kulkas. Lalu dilepas plastik yang membungkusnya. Ia berniat mengambil pisau, namun.....
“loh pisaunya kok hilang satu ?” herannya saat melihat deretan pisau yang tidak lengkap.
--
~to be continue~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar