Ikebana Ikenobo diakui merupakan satu aliran tertua dari Ikebana, yang berkembang di Kyoto. Awal mulanya berkembang pada abad ke-6 dari kebiasaan para biksu di Vihara Rokkakudo yang menaruh rangkaian bunga di altar persembahan. Penamaan Ikenobo diambil dari adanya pondokan kecil (bo) di dekat kolam (ike) yang berada di Vihara. Jadi terjemahan bebasnya kira-kira adalah biksu yang merangkai di dekat kolam. Hingga saat ini baik keberadaan Vihara maupun kolamnya masih terpelihara dengan baik di Kyoto.
Pada periode Edo, Ikebana diwujudkan dalam bentuk yang paling serius. Senno Rikkyu mengaplikasikan Tatebana yang menjadi gaya Ikenobo dalam chabana [rangkaian bunga sederhana untuk ruang teh] yang melompat dari kelas tentara samurai warrior ke kelas pedagang dan kota masyarakat kota dan merubah namanya menjadi Rikka. Namun, pada perkembangannya, semangat kreatifitas Rikka semakin pudar dan efek geometrisnya hilang dalam komplikasi dekoratif, menjadi simbol gaya berkelas Seika atau Shoka. Seika didasrkan pada struktur kerja tri-ngular, ten-chi-jin, jo-ha-kyu atau shin-gyo-so; yang merupakan cara berbeda dari ungkapan surga-bumi-manusia. Banyak sekolah baru dibuka untuk mengajarkan gaya baru Seika dan sistem Iemoto pun dimulai.
Dalam belajar merangkai bunga Ikenobo, seorang murid biasanya akan dilatih pertama kali dengan merangkai bungan dengan gaya Ishhu-ike yaitu rangkaian mempergunakan hanya 1, setelah mahir baru belajar Nishu-ike dengan dua macam bunga atau tangkai/daun, dan setelah itu belajar San su –ike merangkai dengan menggunakan tiga macam bunga atau tangkai/daun . Setelah itu murid akan belajar dengan gaya yang lebih kompleks yaitu Rikka atau Jiyuka.
credit : http://upikke.staff.ipb.ac.id/tag/ikenobo/ ; http://my.opera.com/m_ulan_n/blog/ikenobo-ikebana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar